|
sumber:haluankepri.com |
Dunia berduka begitu juga dengan Indonesia. Hampir satu bulan Indonesia disibukkan dengan kedatangan Covid-19. Sejak dinyatakan dua orang warganya positif Covid-19, berbagai cara dilakukan untuk menekan jumlah warga yang beresiko terjangkit. Salah satu cara yang dilakukan ialah Work From Home.
Bagi mereka yang berada pada kelas menengah ke atas seperti pekerja pabrik, perusahaan, ASN, dan PNS hal ini bukanlah sebuah masalah. Karena mereka ditanggung dan sudah ada kejelasan gaji perbulannya. Bahkan jika sakit mereka tidak perlu pusing karena adanya BPJS dari pekerjaan masing-masing. Sedangkan masyarakat menengah ke bawah ini merupakan sebuah masalah. Tidak ada yang menanggung mereka. Mereka hanya bisa memenuhi kebutuhan dengan bekerja terlebih dahulu.
Beberapa hari lalu ada pemberitaan akan penutupan pasar. Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang bermata pencaharian disana? bahkan ada beberapa dari mereka yang hanya berdagang selama seminggu sekali. Jika tetap dilakukan darimana mereka akan memenuhi kebutuhan hidup.
Pandangan publik mengenai Work From Home pun terpecah. Mulai muncul kepanikan disana-sini bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan hidup di kemudian hari. Hingga muncul Panic Buying yang memperparah penimbunan barang yang dianggap penting selama Covid-19.
Seperti halnya masker dan hand sanitizer yang terhitung langka saat ini. Ini dikarenakan tidak terkontrolnya jumlah yang dipasarkan sejak adanya isu mengenai Covid-19. Bahkan harga masker per boksnya mengalahkan harga satu gram emas dan harga hand sanitizer naik 3x lipat.
Lalu siapa yang sanggup membeli dengan harga segitu? Hanya mereka yang berada di kelas menengah ke atas yang mampu membelinya. Sedangkan menengah kebawah hanya bisa gigit jari. Disaat kelas menengah ke atas melakukan panc buying , masyarakat menengah ke bawah bingung besok akan makan apa.
Bagi mereka yang berada di kawasan menengah kebawah hanya bisa mengandalkan kebun kelapa sawit yang luasnya tak seberapa untuk bertahan hidup. Tapi ini tidak berhasil dalam situasi seperti harga sawit anjlok hanya dihargai Rp 1000/kg. Hal ini dikarenakan China sebagai pengimpor minyak kelapa sawit terbesar ke dua setelah India telah melakukan LockDown.
Jadi siapa yang paling dirugikan dengan keadaan ini? Jelas, Work From Home adalah Neraka Bagi Si Miskin. Lalu apa yang bisa mereka harapkan? Harapan mereka sederhana semoga musibah ini segera berlalu sebelum datangnya bulan Ramadhan. Karena ketika Ramadhan datang kebutuhan akan permintaan semakin meningkat. Tidak tahu apakah mereka masih dapat bertahan hidup atau tidak. Tidak ada yang bisa menjamin akan hal itu. Akan timbul permasalahan baru bahwa banyak yang meninggal karena kelaparan bukan karena Covid-19.
**Kesi